Allah Putra Memiliki Peran Atau Fungsi Sebagai

Allah Putra Memiliki Peran Atau Fungsi Sebagai

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um

Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.

Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.

Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.

Penatua Jeffrey R. Holland menarasikan sebuah kisah tentang Musa

Dokumen tersebut membahas tentang peran dan fungsi administrator dalam sistem komputer dan teknologi informasi. Administrator bertanggung jawab untuk mengoperasikan, memelihara, dan menyelesaikan masalah pada sistem komputer serta jaringan. Dokumen juga menjelaskan tugas-tugas administrator seperti merancang sistem, mengelola keamanan, dan memecahkan masalah teknis."

Allah Bapa merupakan pribadi pertama dari Allah Tritunggal. Allah Bapa merupakan sumber dari segala keberadaan. Segala ciptaan merupakan karya dari Allah Bapa. Segala ciptaan merupakan awal dari segala yang ada di dunia, karena Allah menciptakan segala sesuatunya dari yang tidak ada menjadi ada (ex nihilo). Walaupun Allah Bapa mencipta dari yang tidak ada menjadi ada, Ia sendiri tidak diciptakan. Allah Bapa sudah ada sebelum segala sesuatunya ada, dan akan tetap ada setelah segala sesuatunya telah tiada.

Allah Bapa memiliki peran dalam dunia ini, selain menjadi pencipta segala sesuatu, Ia juga memelihara, memimpin, mengatur, semua ciptaan, dan yang paling penting adalah Allah Bapa merencanakan penebusan bagi manusia.

Allah Anak/ Putra (Yesus Kristus)

Allah Anak adalah pribadi kedua dari Allah Tritunggal. Allah Anak dikenal sebagai Yesus Kristus. Banyak orang mempertanyakan mengapa Yesus disebut sebagai Allah Anak?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa alasan yang tepat. Pertama, Secara rohani Yesus diperanakkan dari Bapa (Ibr. 1:5; Luk. 1:35; Yoh. 1:14, 3;16; dan Gal. 4:4). Kedua, Yesus Kristus adalah Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia dan dipilih oleh Allah sendiri (Mat. 26:63; Yoh. 1:49, 11:27). Ketiga, karena Yesus dikandung dan dilahirkan dengan natur manusia melalui pekerjaan Roh Kudus (Mat. 1:20b). Tiga alasan di atas merupakan bukti bagi manusia bahwa Yesus Kristus merupakan anak Allah.

Di dalam Alkitab, terdapat beberapa kali Yesus disebutkan sebagai Anak Allah.

Peran Allah Anak/ Putra

Allah anak berperan juga dalam proses penciptaan dan memelihara segala sesuatu yang ada di dunia. Namun, Allah Anak memiliki tugas khusus yang berbeda dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Allah Anak berperan sebagai pelaksana keselamatan yang Allah Bapa telah rencanakan. Allah Anak melakukan karya keselamatan dengan berinkarnasi menjadi manusia yang akan menderita, mati dikayu salib, dan bangkit (Ef. 1:3-14). Karya keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus bertujuan untuk memulihkan manusia dari dosa. dosa merupakan tindakan yang menyimpang dari apa yang Allah ajarkan. Melalui dosa manusia telah kehilangan kemuliaannya dan hidup yang kekal. Selain untuk memulihkan manusia dari dosa, kematian Yesus di kayu salib untuk mengembalikan relasi antara manusia dengan Allah, sesama, dan diri sendiri yang telah rusak. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Yesus Kristus sebagai utusan Allah Bapa dalam melakukan karya keselamatan. Kis. 4:12 mengatakan "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan." Dari ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa keselamatan hanya diperoleh melalui Yesus Kristus.  Tidak ada manusia  lain yang dapat menggantikan Kristus untuk menebus dosa manusia.

Pribadi Allah Roh Kudus

Roh Kudus merupakan Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal. Allah Roh Kudus memiliki hubungan yang baik antara Allah Bapa dan Allah Anak, sehingga Ia dapat menyelidiki segala sesuatu yang tersembunyi. Roh Kudus adalah pribadi yang nyata bukanlah kekuatan yang tidak berpribadi (Sproul, 2005). Oleh karena Allah Roh Kudus merupakan pribadi, maka Allah Roh Kudus memiliki pikiran (Yoh. 15:26), perasaan (Yoh. 14:16), dan kehendak (Kis. 5:3). Sebagai pribadi, manusia dapat berhubungan dengan Allah Roh Kudus melalui sebuah persekutuan (2 kor. 13:14). Oleh sebab itu, Roh kudus harus disembah dan ditaati oleh setiap orang yang percaya kepada Allah tritunggal.

Peran Allah Roh Kudus

Kesimpulan       Allah Tritunggal jelas memiliki tiga Pribadi dalam satu natur Allah. Setiap Pribadi memiliki peran masing-masing yang perlu dikerjakan dalam dunia ini. semua peran dari Pribadi Allah Tritunggal memiliki tujuan yang baik bagi semua ciptaan-Nya. Segala yang terjadi di dunia ini merupakan hasil dari Allah Tritunggal yang berperkara di dalamnya. Oleh sebab itu, sebagai orang percaya, perlu untuk memahami pribadi dari Allah tritunggal dan memahami peran setiap pribadi atas  yang mereka telah mereka kerjakan, maupun yang masih akan mereka kerjakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Pendidikan Selengkapnya

Mukallaf itu memiliki kemampuan dan kehendak serta pilihan. Baik dari kalangan manusia atau kalangan jin. Dengan kemampuan dan kehendak ini, ia dapat beriman dan juga dapat kafir. Melaksanakan ketaatan atau maksiat. Sebagaimana Alla Ta’ala berfirman,

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

“Dan katakanlah, ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (QS. Al-Kahfi : 29).

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (2) إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan : 2-3).

Tatkala mukallaf memiliki kemampuan dan pilihan, maka ia diberikan pahala atas amal-amal perbuatannya. Apabila perbuatannya baik, baik pula balasannya. Jika perbuatannya buruk, buruk juga balasannya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidaklah menganiaya hamba-hamba-Nya.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah : 7-8).

Seandainya manusia itu terpaksa atas perbuatan-perbuatannya, maka disiksanya dia karena melakukan suatu perbuatan adalah bentuk kezaliman terhadap dirinya. Pastinya Allah Mahasuci atas hal ini.

Semua manusia merasakan pilihan seperti ini. Maka tidak ada seorang pun yang memaksanya untuk melaksanakan shalat atau mendatangi masjid. Seperti halnya tidak ada seorang pun yang memaksanya untuk melakukan yang haram atau mendatangi yang halal.

Apabila Allah Ta’ala adalah Sang Pencipta, maka tidaklah heran jika Allah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hamba-hamba-Nya dan bagaimana kesudahannya; bahagia ataukah sengsara. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengetahuinya dan menuliskannya di Lauh Mahfuzh di sisi-Nya, serta memeritahkan malaikat untuk menuliskan hal itu pada saat janin berada dalam rahim ibunya.

Akan tetapi pengetahuan yang azali ini dirahasiakan dari manusia. Ia tidak merasakannya dan tidak memaksanya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Tidak ada hal apapun bagi hamba kecuali melakukan perbuatan dan dia akan diberi balasan atas perbuatannya. Seperti seorang murid yang diberikan buku untuk dipelajarinya dan diujikan. Jika ia bersungguh-sungguh, maka ia lulus. Apabila ia mengabaikan, ia akan gagal. Jika gurunya mengetahui nilai yang akan diraihnya, itu karena ia mengetahui si murid dan juga mengetahui betul akan keadaannya.

Ini hanyalah contoh untuk mendekatkan permasalahan pada pemahaman. Allah memiliki contoh yang ideal. Allah adalah Pencipta manusia. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Keadaan Allah dibanding dengan hamba yang diciptakan-Nya lebih dari itu dan lebih agung.

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk : 14).

Allah Azza wa Jalla menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ibrahim : 4).

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 93).

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf : 178).

Hidayah (petunjuk) Allah ada dua macam, umum dan khusus. Hidayah umum adalah memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan pada kebenaran, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fushilat : 17).

Artinya, Kami jelaskan kepada mereka jalan kebenaran. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan : 3).

Sementara hidayah khusus adalah hidayah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, yaitu hidayah berupa taufik, pertolongan dan panduan. Ayat yang menyinggung masalah itu adalah firman Allah Ta’ala,

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).’ Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. Al-An’am : 90).

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الْأِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُوراً نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. As-Syura : 52).

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut : 69).

Dan juga firman Allah,

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“…tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hujurat : 7-8).

Sedangkan Idhlal (penyesatan) adalah meninggalkan hamba dan urusannya dan tidak memberikan sebab-sebab pertolongan dan taufik kepadanya.

At-Thahawi Rahimahullah mengatakan dalam kitab akidahnya yang terkenal, “Allah memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, menjaga dan memberikan ampunan sebagai bentuk kemurahan-Nya, dan menyesatkan orang yang dikehendaki-Nya, menelantarkan dan memberikan musibah sebagai bentuk keadilan-Nya. Semua berputar di sekitar kehendak-Nya antara kemurahan dan keadilan-Nya.”

Taufik menurut Ahlussunah wal Jamaah adalah pemberian pertolongan dan panduan serta kemudahan urusan dari Allah kepada hamba-Nya. Sedangkan Al-Khidzlan adalah Allah meninggalkan hamba-Nya dan urusannya tanpa diberikan panduan dan pertolongan.

Maka tidak dikatakan, “Mengapa aku memberikan ini, dan dia tidak memberikan ini!?

Taufik adalah anugerah, sedangkan Khidzlan adalah keadilan. Allah Subhanahu wa Ta’ala .  Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. Bukan hanya karena kekuasaan pemaksaan-Nya, akana tetapi karena kesempurnaan pengetahuan, kekuasaan, kasih sayang, dan hikmah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah hakim yang paling adil, Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu yang menyayangi anaknya. Allah memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (Fatawa Syaikhul Islam, 8/79).

Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mengetahui siapa yang berhak mendapatkan kemurahannya  dan siapa yang tidak berhak. Sebagaimana firman-Nya,

وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“… tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56).

وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ

“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata, ‘Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?’ (Allah berfirman), ‘Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS. Al-An’am : 53).

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah menjelaskan masalah yang penting ini, “Apabila urusannya kembali kepada kehendak Allah Tabaraka wa Ta’ala, dan semua urusan berada di tangan-Nya, lalu bagaimanakah jalan yang ditempuh oleh manusia. Apakah upaya manusia, jika Allah Ta’ala sudah mentakdirkannya tersesat atau mendapat petunjuk?

Maka kami katakan bahwa jawaban tentang hal itu adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala tak lain hanya memberikan petunjuk kepada manusia yang layak mendapatkan petunjuk, dan menyesatkan manusia yang berhak mendapatkan kesesatan. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (QS. As-Shaf : 5).

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظّاً مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya.” (QS. Al-Maidah : 13).

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan bahwasanya penyebab Dia menyesatkan orang-orang yang tersesat tak lain disebabkan oleh hamba itu sendiri. Hamba tidak mengerti apa yang ditakdirkan kepadanya. Manusia tidak mengetahui takdir, kecuali setelah apa yang ditakdirkan itu terjadi. Dia tidak mengetahui apakah takdir Allah untuk dirinya dia termasuk orang yang tersesat atau orang yang mendapat petunjuk.

Lalu bagaimana orang yang berjalan di jalur kesesatan, kemudian ia berargumen bahwa Allah telah menghendaki hal itu!

Tidakkah dia meniti jalan petunjuk, kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala teleh memberiku petunjuk pada jalan yang lurus.” (Risalah fil Qadha’ wal Qadar, hal. 14). Untuk melihat perkataan beliau secara lengkap, lihat jawaban dari pertanyaan no. 220690 .

Kesimpulannya adalah :

1.        Mukallaf memiliki kebebasan dan pilihan. Ia dapat melaksanakan ketaatan atau kemaksiatan dengan pilihannya sendiri. Dia akan diberikan balasan atas perbuatan itu.

2.        Allah mengetahui tempat kembali hamba-Nya. Dia telah menuliskan hal itu di sisi-Nya.

3.        Allah akan memandu hamba-Nya yang beriman dan menolongnya. Dia lebih mengetahui siapa yang berhak mendapatkan panduan dan pertolongan-Nya.

4.        Allah akan menelantarkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan tidak memberikan panduan dan pertolongan padanya. Panduan Allah adalah anugerah, sedangkan penelantaran-Nya adalah keadilan.

5.        Hamba yang mendapatkan taufik adalah orang yang memohon panduan dan pertolongan kepada Allah, karena tidak ada yang tidak membutuhkan anugerah Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surah Al-Fatihah,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5).

Poros agama terpusat pada dua perkara, yaitu ibadah dan permohonan pertolongan.

6.        Hamba yang beriman mengakui anugerah Allah Ta’ala, mengetahui nikmat-Nya pada dirinya, menisbatkan setiap kebaikan dan taufik kepada Allah, sebagaimana Allah menyebutkan tentang penghuni surga bahwa mereka mengatakan,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.’ Dan diserukan kepada mereka, ‘ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.’” (QS. Al-A’raf : 43).

Renungkanlah, bagaimana ayat Al-Qur’an yang mulia ini menghimpun antara kemurahan Allah serta petunjuk-Nya dan keadaan surga yang diwariskan dengan amal perbuatan.

Tinggalkanlah was-was. Sibukkanlah diri Anda dengan sesuatu yang bermanfaat. Sesungguhnya dunia ini adalah negeri untuk beramal dan menanam. Esok adalah negeri untuk menerima balasan dan memanen. Sesungguhnya penghuni surga akan meratapi saat-saat mereka tidak mengingat Allah di dunia. Bersungguh-sungguhlah dalam meraih keutamaan Allah, menunaikan kewajiban, berlomba-lomba dalam meraih derajat yang tinggi, mintalah kepada Allah agar Dia menerima amal perbuatan, memberikan taufik dan pertolongan-Nya.

Adapun setan, ia senantiasa berusaha untuk menyesatkan manusia. Setan tidak akan memiliki jalan untuk menggoda hamba-hamba Allah yang ikhlas, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98) إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan  yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS. An-Nahl : 98-100).

Pada hari Kiamat setan berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan menjelaskan kepada mereka bahwa ia tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka. Namun, ia hanya menyeru mereka, kemudian mereka meresponnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22).

Kami memohon taufik dan panduan serta bimbingan kepada Allah untuk kita dan Anda.

Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.

Mengapa Viking memiliki bordiran bertuliskan 'Allah' pada kostum pemakamannya?

Para peneliti di Swedia telah menemukan tulisan Arab pada kostum pemakaman perahu orang-orang Viking. Penemuan itu memunculkan pertanyaan baru tentang pengaruh Islam di Skandinavia, seperti ditulis oleh wartawan Tharik Hussain.

Benda-benda itu, yang selama ini diabaikan ddalam ruang penyimpanan selama lebih dari 100 tahun, merupakan contoh dari pakaian pemakaman di Era Viking.

Tetapi penelitian terbaru pada pakaian yang ditemukan di sebuah pemakaman peninggalan abad ke-9 dan 10, mengungkapkan adanya kontak antara orang-orang Viking dan dunia Muslim.

Desain tenun dengan menggunakan sutra dan perak itu ditemukan bordiran bertuliskan "Allah" dan "Ali".

Penemuan tulisan itu terungkap dalam kajian yang dilakukan pakar arkeologi tekstil, Annika Larsson dari Universitas Uppsala ketika meneliti kembali kostum dari laki-laki dan perempuan dan ruang kuburan.

Benda-benda itu ditemukan dari hasil penggalian di wilayah Birka dan Gamla Uppsala, Swedia, pada akhir abad ke 19 dan pertengahan abad 20.

Larsson tertarik dengan potongan-potongan itu setelah menyadari barang-barang tersebut berasal dari Asia Tengah, Persia dan Cina.

Larsson mengatakan bahwa desain geometris yang mungil dengan tinggi tak lebih dari 1,5 centimeter, tak sama dengan yang sebelumnya pernah dia temukan di wilayah Skandinavia.

"Saya tidak dapat memahaminya dan kemudian saya ingat di mana saya pernah melihat desain yang serupa, yaitu di Spanyol, pada tekstil Arab (Moor)."

Mengungkap teka-teki puzzle

Larsson menyadari itu sama sekali bukan rancangan orang-orang Viking, tetapi tulisan Arab Kufic kuno, yaitu dua kata yang terus berulang.

Salah satu yang berhasil identifikasi, dengan bantuan seorang rekannya yaitu orang Iran, yaitu tulisan nama "Ali"- khalifah keempat dalam sejarah perjalanan Islam.

Tetapi kata di sebelah Ali lebih sulit untuk ditafsirkan.

Untuk mengungkap teka-teki puzzle, dia memperbesar huruf dan mengkajinya dari berbagai sudut pandang, termasuk dari belakang.

"Tiba-tiba saya melihat kata 'Allah' (Tuhan) yang telah ditulis dengan huruf terbalik (seperti pantulan cermin)," kata dia.

Larsson sejauh ini telah menemukan nama-nama setidaknya pada 10 dari 100 potongan yang dikajinya, dan kata itu selalu muncul berdampingan.

Penemuan baru itu menimbulkan pertanyaan mengenai siapakah penghuni makam tersebut.

"Kemungkinan bahwa beberapa orang yang dikubur merupakan Muslim tidak sepenuhnya terungkap," kata dia.

"Kami mengetahui dari ekskavasi makam Viking yang lain bahwa analisa DNA menunjukkan sejumlah orang dikuburkan di dalamnya berasal dari Persia, di mana Islam merupakan agama dominan.

"Bagaimanapun, tampaknya penemuan itu menunjukkan bahwa kostum pemakaman masa Viking dipengaruhi oleh gagasan Islam seperti kehidupan abadi di surga setelah kematian."

Tim Larsson saat ini bekerja dengan departemen imunologi, genetik dan patologi untuk mengkaji asal wilayah pakaian yang digunakan jenazah tersebut.

Hubungan antara Viking dan dunia Muslim telah diketahui melalui catatan sejarah dan penemuan koin-koin yang berasal dari dunia Islam di belahan bumi utara.

Dua tahun lalu, peneliti mengkaji sebuah cincin perak yang ditemukan dari pemakaman seorang perempuan di Birka dan ditemukan kata "Allah" tertulis di atasnya.

Hasil penelitian itu mengungkap tulisan itu menggunakan tulisan Arab kuno Kufic, yang sesuai dengan naskah yang dikembangkan di kota Kufah di Irak pada abad ke-7, salah satu naskah Arab pertama yang digunakan untuk menuliskan Quran.

Apa yang membuat penemuan Larsson sangat menarik adalah bahwa pertama kalinya benda sejarah menyebut Ali yang pernah ditemukan di Skandinavia.

Sumber gambar, GABRIEL HILDEBRAND/ THE SWEDISH HISTORY MUSEUM

"Nama Ali diulang lagi dan lagi disamping Allah," kata dia.

"Saya mengetahui Ali dihormati oleh kelompok minoritas Muslim terbesar, Syiah, dan bertanya-tanya apakah ada sebuah koneksi."

Ali merupakan sepupu dan merupakan menantu Nabi Muhammad yang menikah dengan anak perempuan Nabi Muhammad, Fatima. Dia juga menjadi pemimpin keempat komunitas Muslim setelah Muhammad meninggal.

Meskipun Sunni dan Syiah menghormati Ali sebagai sahabat Muhammad yang sangat penting, dia memiliki status tinggi di kalangan Syiah, yang menganggapnya sebagai pewaris spiritual Nabi.

"Penggunaan kata Ali menunjukkan adanya sebuah koneksi dengan Syiah," kata Amir De Martino, pemimpim program studi Islam pada Islamic College di London.

"Tanpa kalimat 'wali Allah' artinya 'sahabat Allah' yang menyertai namanya mungkin bukan berasal dari budaya arus utama Syiah dan mungkin saja telah disalin dengan salah dari sesuatu yang sudah ada," tambah De Martino, yang juga merupakan pemimpin redaksi Islam Today, majalah Syiah Inggris.

"Pola yang menunjukkan Ali disamakan dengan Allah, dan karena itu ada kemungkinan kecil karena dia memiliki hubungan dengan gerakan pinggiran ekstrem yang sangat awal yang percaya tentang hal ini.

"Tapi tampaknya itu merupakan sebuah pola yang disalin secara salah."

Sampai saat ini nama Allah dan Ali seringkali ditampilkan dalam pola-pola misterius di dalam kuburan dan buku sekte mistik Syiah seperti Alevis dan Bektashis, tetapi selalu didampingi dengan nama Muhammad. Kadang ditulis dalam huruf yang menyerupai pantulan cermin.

Tetapi tak seperti temuan Larsson, contoh-contoh ini biasanya mencantumkan dua nama yang digambarkan secara benar dan refleksi.

Bagi Larsson, penemuannya menjanjikan banyak hal di masa mendatang.

"Sekarang karena saya melihat pola Viking dengan berbeda, saya yakin saya akan menemukan lebih banyak inskripsi Islam dalam potongan-potongan yang tersisa dari ekskavasi ini, dan tekstil era Viking lain.

"Siapa tahu? Mungkin itu tampak di artefak non-tekstil juga."

Tharik Hussain merupakan wartawan lepas yang berbasis di London, penulis topik perjalanan dan penyiar yang mengkhususkan diri pada peninggalan Muslim.